Gung Mahendra: Teruskan Rantai Kebaikan dengan Menjadi Guru

Gung Mahendra: Teruskan Rantai Kebaikan dengan Menjadi Guru

Semua orang bisa belajar apapun asal ada kemauan untuk belajar.
- Gung Mahendra

Pengajar muda kelahiran Bali ini menghabiskan masa kecilnya sampai bangku Sekolah Menengah Atas di Pulau Dewata sebelum akhirnya pergi merantau ke ibukota untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Universitas Pertamina dengan program studi Kimia. Semasa sekolah, Gung sudah aktif mengajar anak-anak di desa dengan menjadi mentor. Gung membantu mereka belajar sambil bermain lewat berbagai kegiatan serta mengajarkan keterampilan sehari-hari (life skill), seperti berkebun, mendaur ulang sampah hingga belajar bahasa asing.

Ketertarikan Gung akan dunia sains sudah ada sejak masa sekolah. Gung mengikuti berbagai olimpiade dan perlombaan tingkat nasional serta universitas dengan membawa pulang prestasi yang membanggakan. Dari semua piala dan medali yang sudah diraih oleh Gung, medali perunggu dari Kompetisi Nasional MIPA 2021 adalah salah satu perlombaan yang paling bergengsi dan memberikan kesan tersendiri bagi Gung.

Ia sendiri mengaku, kehidupannya bisa sampai pada titik ini tidak terlepas dari peran mentor yang membimbingnya sejak bangku SMA. Banyak sekali pelajaran hidup dari mentornya yang membuat Gung berani mengambil keputusan penting, seperti pergi merantau untuk mengejar ilmu dan membuka pandangannya akan dunia. Sosok mentor inilah yang menjadi motivasi bagi Gung untuk terus berkarya dan melanjutkan kebaikan yang telah ia dapatkan sebelumnya ke anak didik.

Kini Gung mengajar sebagai Mentor Kimia di CoLearn. Gung menemukan wadah untuk menyalurkan ilmu dan semangat belajar pada anak-anak di seluruh Indonesia serta di saat yang bersamaan membangun karir di dunia pendidikan. Simak cerita Gung menuju karir impiannya.

Q: Bagaimana kamu bisa sampai di pilihan karir kamu sekarang ini sebagai pengajar?

A: Aku kuliah di jurusan Kimia yang kebanyakan lulusannya jadi peneliti, quality control (QC), dan lain sebagainya. Sejujurnya aku juga ngga pernah kepikiran untuk jadi pengajar seperti sekarang di CoLearn. Aku ngga ada latar belakang untuk mengajar. Awal mula aku suka ngajar itu ketika di awal semester kuliah. Aku sering ikut jadi tutor sampai di-hire oleh Direktorat Akademik untuk jadi tutor juga. Ternyata asik juga ya berbagi ke temen-temen. Aku memandang mengajar itu seperti ngobrol, sharing ke orang lain. Temen-temenku juga bilang kalau aku bisa jadi jembatan dari apa yang disampaikan oleh dosen ke mereka. Karena adanya gap antara dosen dan mahasiswa, kadang materi yang disampaikan oleh dosen kurang bisa diserap dengan baik. Itulah yang membuat aku suka ngajar.

Selain itu, aku juga melihat murid-murid sekarang menganggap pelajaran STEM (Matematika, Fisika, Kimia) itu susah padahal belum dicoba. Ibaratnya kalah sebelum berperang. Kalau mereka paham konteks konsep dari pelajaran-pelajaran itu tentu akan lebih mudah. Aku ingin menyebarkan bibit semangat untuk belajar itu karena kalau bukan kita, siapa lagi. Terlebih lagi pelajaran STEM ini penting banget untuk teknologi. Kalau dari sekarang ngga belajar dasarnya, bagaimana nasib bangsa kita. Masa mau didominasi sama orang luar Indonesia?

Q: Kamu sendiri bagaimana melihat masa depan Indonesia dengan calon talenta muda yang sebagian besar sekarang masih duduk di bangku sekolah?

A: Kalau dilihat dari sumber daya manusianya, Indonesia akan punya banyak sumber daya di kelompok usia produktif dalam beberapa tahun ke depan. Tapi kendalanya sekarang, minat belajar untuk mengasah kemampuan murid-murid ini menurun. Ditambah lagi banyaknya paparan ke media sosial yang memunculkan pilihan karir baru yang sedikit menggunakan ilmu pengetahuan STEM. Kalau situasi ini terus berlanjut, kita akan kalah dengan sumber daya manusia dari luar yang sudah lebih siap ketika sampai pada masa puncak usia produktif nanti.

Untungnya, CoLearn sudah hadir selama 2 tahun terakhir dan sudah memulai gerakan untuk meningkatkan minat belajar murid lewat berbagai pengajaran kreatif.

Q: Apa yang membuat kamu senang mengajar?

A: Aku senang banget ketika ngajar karena aku berbagi ke murid-murid hal yang aku suka, yaitu kimia. Jadi mengajar adalah waktu yang menyenangkan buat aku. Apalagi ketika dapat feedback dari murid dan mereka bilang, “Oh ini ternyata gampang banget ya.” Itu adalah momen yang paling bahagia bagi seorang pengajar dan juga sebagai pembuktian bahwa semua bisa paham kalau mereka mau belajar. Sebaliknya, ketika ada murid yang belum paham itu jadi tantangan buat pengajar untuk bisa meningkatkan cara pengajarannya.

Aku juga ingin murid-muridku melihat kimia sama seperti aku melihat kimia, yaitu menyenangkan dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Misal, sesederhana tahu komponen kimia dalam produk yang digunakan sehari-hari, seperti shampoo dan skincare. Hal itu bermanfaat untuk kita, jadi tahu mana yang baik dan tidak baik untuk kita konsumsi. Jadi ngga perlu muluk-muluk bereksperimen di lab, dalam kehidupan sehari-hari saja sudah bermanfaat.

Q: Apa keuntungan yang kamu rasakan dari mengajar di CoLearn?

A: Aku datang bukan dari latar belakang pendidikan, jadi dari sisi kemampuan untuk mengajar sangat dibantu oleh CoLearn lewat berbagai pelatihan, seperti Akademi Guru Juara, Teachers Professional Development. Meskipun di awal aku buta banget bagaimana caranya mengajar secara profesional, setelah ikut program-program pengembangan ini aku jadi lebih paham cara mengajar yang menyenangkan. Lalu, secara personal aku juga bisa memenuhi segala kebutuhanku hanya dari mengajar.

Gung bersama Guru Juara dan CoFriends di Kelas Live

Q: Apa dampak yang kamu rasakan dari pengalaman kamu mengajar?

A: Karena aku baru memulai perjalanan mengajar aku di CoLearn, aku belum merasakan dampak yang signifikan. Tapi dari apa yang aku lihat dan rasakan, aku senang banget kalau CoFriends (sebutan untuk murid CoLearn) sudah tidak menaruh batasan sama aku. Jadi mereka sudah menganggap aku seperti teman mereka sendiri dan kita bisa ngobrol dengan leluasa. Aku juga ingin jadi pengajar yang hadir sebagai teman bagi murid, bukan guru yang ada jarak dengan murid.

Pernah ada murid yang mulai curhat kehidupan pribadinya ke aku. Aku senang bisa kasih pemahaman dan memperluas pandangan mereka untuk melihat suatu situasi, sama seperti mentorku dulu kasih wejangan yang membantu aku untuk berpikir dan membuat keputusan. Ketika mereka sudah berbagi di media sosial tentang kegiatan sekolah mereka dan membahas hal-hal di luar kelas, itu juga menjadi satu jalan aku bisa meng-influence mereka untuk termotivasi belajar STEM.

Ini juga salah satu cara aku untuk meneruskan kebaikan yang aku dapat dari mentorku karena aku ngga mungkin bisa membalas kebaikan beliau secara langsung. Jadi aku harus menyebarkannya ke adik-adik yang di bawah aku.

Q: Seberapa besar peran mentor pada kehidupan kamu saat ini?

A: Besar banget sih. Dulu aku ketemu mentorku waktu aku di kelas 10. Aku melihat beliau bekerja dan menjalani kehidupannya, itu jadi inspirasi buat aku. Beliau membantu mengarahkan aku juga, tapi balik lagi semua keputusan ada di aku. Contohnya waktu aku mau masuk kuliah, aku keterima di 3 perguruan tinggi dan mentorku menyarankan aku untuk masuk ke satu perguruan tinggi negeri yang bukan pilihan aku sekarang dengan segala pertimbangannya, tapi aku yang paling tau diri aku sendiri dan apa yang terbaik untuk aku. Jadi meskipun beliau mentor aku, aku tetap punya kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri karena hidup ini ya aku yang jalanin.

Aku mau jadi mentor yang sama juga untuk murid-murid aku. Aku hadir memberi perspektif lain dan saran yang baik, namun keputusan ada di tangan mereka. Aku mau murid-muridku juga sadar bahwa mereka punya pilihan meskipun masih di bawah kendali orangtua, bagaimana mereka bisa menyampaikan apa yang mereka mau dengan tetap menghormati orangtuanya.

Q: Kenapa kamu mau berkarir di bidang yang dipandang sebelah mata sama banyak orang di Indonesia?

A: Sayangnya dipandang sebelah mata ini hanya di Indonesia ya, karena di negara lain pekerjaan guru ini benar-benar dipandang. Guru-guru datang dari lulusan top SMA dan perguruan tinggi. Peran guru dianggap sangat penting di banyak negara maju, sedangkan di Indonesia berbeda.

Aku mau mengubah stigmanya dulu sih dengan mulai berkarir di CoLearn. Aku mau kasih liat ke orang-orang kalau sebenarnya jadi guru itu bisa hidup sejahtera juga. Banyak aku dengar jadi guru di tempat lain, mereka harus memilih antara passion dan make a living.

Dan aku juga mau kasih liat kalau jadi guru itu keren. Contohnya banyak ya di CoLearn, seperti Kak Billy dan Kak Yuna. Mereka lulusan top universitas tapi memiilih karir mengajar. Pasti ada faktor pemicunya, kenapa sih mereka mau mengajar. Setelah aku telusuri, aku paham kenapa mereka memilih untuk mengajar di CoLearn. Ternyata di sini ada karir yang jelas dan bisa kasih dampak langsung. Aku mau kerja di tempat yang bisa kasih dampak, tidak hanya ke perusahaannya tapi juga ke masa depan seseorang.


Ingin menjelajahi dunia pendidikan dan memberi dampak seperti Gung bersama CoLearn? Akademi Guru Juara masih terbuka untuk kamu! Cek selengkapnya di sini.

Copyright © PT IQ EDUKASI. Hak Cipta Dilindungi.

Neco Bathing