Video solusi : Wujud Masa Depan pada Baterai Lithium Ion
Tepuk tangan pecah saat pengumuman Nobel Kimia 2019 menyebutkan nama tiga ilmuan John Goodenough, Stanley Whittingham, dan Akira Yoshino. Berkat penemuan, pengembangan, dan penerapan baterai lithium-ion seakan mengubah cara manusia dalam menggunakan energi. Ganjaran piagam Nobel Kimia dan hadiah 9 Juta Krona Swedia jadi oleh-oleh atas penemuan mereka yang revolusioner.
Bayangkan andai saja dunia modern belum menemukan baterai lithium-ion hingga saat ini. Mungkina kita belum mengenal ponsel pintar, laptop atau kendaraan listrik. Semuanya masih mengandalkan baterai konvensional alkali standar yang mudah lemah daya dan eksplorasi bahan bakar fosil dalam jumlah besar.
Melihat potensi besar energi yang dihasilkan tersebut, ilmuwan asal Jepang Akira Yoshino mengkomersilkan baterai lithium ion di tahun 1985 setelah menghilangkan lithium murni yang terdapat dalam baterai. Alhasil baterai yang dihasilkan jadi lebih aman dan punya daya pakai lebih lama. Setelah kemudian cukup sukses dan dianggap sudah bisa diterapkan secara komersial.
Material dari baterai lithium ion saat ini dikategorikan sebagai katoda (kutub positif) berbahan LiCoO2, anoda (kutub negatif) berbahan grafit, elektrolit berbahan LiPF6, EC, DEM dan EMC, dan separator menggunakan bahan poliprofen.
Dari itu semua kita harus berterima kasih oleh trio lintas zaman yang mengembangkan baterai lithium John Goodenough, Stanley Whittingham, dan Akira Yoshino. Seakan membuka jalan ilmuwan lainnya akan berharganya penyimpanan daya bernama baterai. Inovasi dari baterai jadi tumpuan perangkat di masa depan khusus menghidupkan beragam perangkat. Bisa dibayangkan bagaimana pegalnya harus bersandar di pinggir tembok dengan kabel charging yang melekat di perangkat yang Anda miliki. Kita seakan terkungkung dan tidak bebas dalam berekspresi.
Alasan itu membuat para ilmuwan akan terus melakukan riset dalam memastikan bahwa baterai jadi lebih ringan, daya tahan lama, dan punya umur panjang. Paling familiar adalah lithium ion, sejak kemunculannya hampir 50 tahun lalu. Mengubah cara pandang pengisian data berkekuatan besar dan bisa isi berulang kali tanpa mengurangi kualitas baterainya. Kini baterai lithium ion sudah mencapai titik jenuh sebuah baterai dan siap digantikan dengan baterai model baru lainnya. Perangkat saat ini sudah terlalu canggih dan dibutuhkan daya yang lebih besar dalam menjalankannya.
Pengembangan baterai erat kaitannya dengan pengisian daya, dalam hal ini adalah pembangkit tenaga listrik. Asupan energi dari baterai akan meningkat sangat besar di masa depan. Otomatis pembangkit listrik akan bekerja lebih keras menghasilkan puluhan hingga ratusan megawatt. Proses pengumpulan daya listrik yang masih mengandalkan energi fosil pada pembangkit listrik.
Sebuah baterai lithium diisi ulang dengan kuat arus 2,1 A selama 4 jam. Selama pengisian daya tersebut, jumlah mol elektron yang dimasukkan ke dalam baterai adalah sekitar